fbpx
langitselatan
Beranda » 2005 YU55 dan Para Penyusup dari Langit

2005 YU55 dan Para Penyusup dari Langit

Jarum jam tengah berdetik ke pukul 09:31 WIB. Hari itu Rabu 26 Oktober 2011. Bumi sedang disibukkan oleh aktivitas harian makhluk hidup penghuninya. Tak satupun yang menyadari kalau sebuah penyusup dari langit sedang melintas demikian dekat dengan planet biru ini, dalam jarak hanya 269.000 km atau hanya 70 % jarak Bumi–Bulan. Titik perlintasan tersebut di atas Samudera Pasifik lepas pantai barat Amerika. Berselang tiga hari kemudian, tepatnya 29 Oktober 2011 pukul 00:46 WIB, penyusup lain pun mendekat dengan cepat dan melintas dekat di atas Canada. Kali ini jaraknya bahkan lebih dekat lagi, yakni hanya 154.000 km atau hanya 40 % jarak Bumi–Bulan. Dan hebatnya, lagi–lagi tak satupun penduduk Bumi menyadari kehadirannya. Barulah beberapa hari berselang, ketika hasil pemantauan sistem–sistem pelacakan benda langit otomatis mulai dicek secara rutin, dua penyusup tersebut berhasil diidentifikasi.

Terkesiap mereka saat menyadari betapa dekat jarak perlintasan kedua penyusup tersebut, yang adalah asteroid kecil. Dengan masing–masing ditandai sebagai 2011 UL169 dan 2011 UX255, kedua asteroid memiliki diameter antara 10 hingga 15 meter. Sedikit rasa lega menyeruak, sebab dalam diameter tersebut atmosfer Bumi masih sanggup mengatasinya dan menguapkannya di ketinggian udara Bumi hingga hampir semuanya habis teruapkan dan hanya menyisakan 1 % massa saja, yang jatuh ke Bumi sebagai meteorit–meteorit kecil. Namun situasinya sangat berbeda andaikata kedua asteroid itu adalah asteroid Besi, yang populasinya sekitar 10 % dari totak asteroid pelintas dekat Bumi. Kawah Wabar di dekat Riyadh (Saudi Arabia) menyajikan bukti telanjang bagaimana asteroid Besi sekecil 10 meter jatuh menumbuk Bumi dengan hebatnya sembari melepaskan energi tumbukan yang setara dengan separuh energi letusan bom nuklir Hiroshima.

Citra asteroid 2005 YU55 secara visual seperti diabadikan Starhoo Observatory. Asteroid (tanda panah) nampak bergerak terhadap bintang–bintang dilatarbelakangnya. Sumber : Renzi, 2011

Persoalan penyusupan asteroid dari langit menjadi penting dibicarakan seiring melintas dekatnya asteroid yang lebih besar pada Rabu pagi 9 November 2011 waktu Indonesia lalu (lihat di sini). Asteroid 2005 YU55, demikian penandaannya sesuai konvensi IAU, melintas di atas Samudera Pasifik lepas pantai barat Mexico hanya sejauh 325.000 km dari Bumi kita atau hanya 85 % jarak Bumi–Bulan. Inilah asteroid besar pelintas terdekat dengan Bumi dalam 35 tahun terakhir. Berbentuk bongkahan raksasa nyaris bulat dengan diameter 400 meter, asteroid 2005 YU55 memiliki massa antara 100 hingga 130 juta ton.

Dan karena melaju dengan kecepatan 13,6 km/detik, asteroid ini mengandung energi kinetik sebesar 2.200 hingga 2.900 megaton TNT. Energi ini setara dengan kekuatan letusan kolosal Gunung Krakatau 1883 yang menggidikkan. Tentu saja, andaikata asteroid ini benar–benar jatuh ke Bumi, banyak sekali kerepotan yang akan terjadi. Mengingat model TTAPS (akronim dari nama Turco, Toon, Pollack, Ackerman dan Sagan, lima astrofisikawan yang bersama–sama menyusun model dampak lingkungan akibat injeksi debu dalam volume sangat besar ke lapisan stratosfer) mengindikasikan, pada diameter sebesar itu maka jatuhnya asteroid 2005 YU55 ke Bumi akan menimbulkan bencana lingkungan dalam skala regional hingga global sebagai akibat terbentuknya kawah tumbukan dengan garis tengah 8 km.

Baca juga:  Putri Tidur yang Terjaga dari Tidurnya di Angkasa
Citra radar asteroid 2005 YU55 yang diperoleh teleskop radio Goldstone setelah diinversi untuk mempertajam kontras. Tanda panah menunjukkan kandidat cekungan besar di permukaan asteroid. Sumber : NASA, 2011

Beruntung skenario mengerikan itu takkan terjadi dalam waktu dekat. Asteroid 2005 YU55 hanyalah melintas dekat Bumi dan tidak memiliki potensi tumbukan, setidaknya dalam 100 tahun ke depan. Meski merupakan asteroid kelas Apollo (yakni kelompok asteroid yang memintas orbit Bumi), namun asteroid 2005 YU55 tergolong istimewa. Karena asteroid ini mengalami resonansi orbital dengan tiga planet terestrial sekaligus, yakni Venus, Bumi dan Mars. Asteroid 2005 YU55 telah mengelilingi Matahari tepat sekali pada saat Venus tepat dua kali mengelilingi Matahari. Asteroid pun telah tepat mengelilingi Matahari empat kali saat Bumi tepat lima kali mengelilingi Matahari. Dan asteroid pun telah tepat mengelilingi Matahari lima kali selagi Mars telah tepat tiga kali mengelilingi Matahari. Resonansi orbital ini nampaknya menjanjikan stabilitas orbit bagi asteroid 2005 YU55 meski tidak memberi jaminan 100 % sebab terlalu seringnya asteroid melintas dekat planet–planet terestrial berpotensi mengubah orbitnya hingga keluar dari zona stabilitas tersebut.

Melintasnya para penyusup dari langit ini membangkitkan kembali pertanyaan lama, seberapa siapkah kita manusia di Bumi dalam menghadapi kemungkinan menumbuknya salah satu penyusup tersebut di masa depan, khususnya yang berukuran besar? Kini kita telah memiliki sistem–sistem pelacakan benda langit otomatik seperti LINEAR, LONEOS, NEAT, Spacewatch, Catalina Sky Survey, Siding Spring Survey dan belakangan Pan–STARRS. Sistem–sistem ini berfungsi sebagai sistem peringatan dini bagi benda langit yang berpotensi berbahaya bagi Bumi. Keberhasilan deteksi asteroid 2008 TC3, yang ditemukan hanya dalam 20 jam sebelum jatuh menumbuk di atas Sudan utara, mendemonstrasikan bagaimana kemampuan sistem–sistem ini.

Namun Bumi tidak hanya membutuhkan sistem peringatan dini, tetapi juga sistem penghadang sekaligus pemunah ancaman. Usulan meledakkan saja setiap benda langit yang berpotensi bahaya bagi Bumi telah lama digaungkan, meskipun dibayangi kekhawatiran kalau benda langit tersebut justru akan terpecah–belah dan tetap jatuh menumbuk Bumi tanpa kehilangan seluruh kemampuan perusaknya seperti terlihat dalam peristiwa komet Shoemaker–Levy 9. Peristiwa hancur–leburnya komet Elenin (lihat di sini) mendatangkan pencerahan baru, sebab jika benda langit pengancam Bumi dapat dibuat remuk hingga seukuran batu–batu kecil, akan lebih mudah bagi atmosfer Bumi untuk memusnahkannya sebagai meteor pada ketinggian antara 30 hingga 60 km dari permukaan Bumi. Nah, lantas bagaimana cara meremukannya? Ledakan nuklir berganda kini dipertimbangkan sebagai solusi paling memungkinkan untuk itu.

Muh. Ma'rufin Sudibyo

Orang biasa saja yang suka menatap bintang dan terus berusaha mencoba menjadi komunikator sains. Saat ini aktif di Badan Hisab dan Rukyat Nasional Kementerian Agama Republik Indonesia. Juga aktif berkecimpung dalam Lembaga Falakiyah dan ketua tim ahli Badan Hisab dan Rukyat Daerah (BHRD) Kebumen, Jawa Tengah. Aktif pula di Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Ilmu Falak Rukyatul Hilal Indonesia (LP2IF RHI), klub astronomi Jogja Astro Club dan konsorsium International Crescent Observations Project (ICOP). Juga sedang menjalankan tugas sebagai Badan Pengelola Geopark Nasional Karangsambung-Karangbolong dan Komite Tanggap Bencana Alam Kebumen.

Tulis Komentar

Tulis komentar dan diskusi di sini