fbpx
langitselatan
Beranda » Gl 581 g Disangsikan Keberadaannya

Gl 581 g Disangsikan Keberadaannya

Pekan ini, mulai Senin lalu hingga Jumat besok, Himpunan Astronomi Internasional (IAU – International Astronomical Union) berkumpul di Torino, Italia, membahas astrofisis sistem keplanetan, mulai dari pembentukan, struktur, hingga evolusi dinamisnya. Salah satu topik yang menarik adalah planet Gliese 581 g. Satu tim melaporkan penemuan dua planet lagi yang mengelilingi bintang Gliese 581. Salah satunya, yakni Gliese 581 g, berada di zona laik huni sistem keplanetan itu. Akan tetapi kemudian kesangsian muncul apakah planet ini benar-benar ada. Nah, lho?!

Ilustrasi GJ 581 g
Ilustrasi Gliese 581 g yang mengorbit bintang induknya. Planet e, b, dan c juga diperlihatkan di kejauhan. Kredit: Lynette R. Cook

Masih segar dalam ingatan kita saat akhir bulan lalu astronom dari tim Lick-Carnegie Exoplanet Survey mengumumkan penemuan planet ke-5 dan ke-6 yang mengorbit sebuah bintang bernama Gliese 581. Kedua planet itu berturut-turut Gliese 581 f dan Gliese 581 g. Yang menarik perhatian adalah yang terakhir. Massanya diperkirakan sekitar 3 kali massa Bumi, artinya planet ini berwujud batuan, bukan gas seperti Jupiter. Sebenarnya sebelumnya pun sudah ditemukan planet batuan di sistem keplanetan ini, tetapi planet Gliese 581 ini istimewa lantaran orbitnya tepat berada di dalam zona laik huni bintang katai merah Gliese 581. Temperatur di zona laik huni memungkinkan air (seandainya ada) berada dalam fase cair. Gambaran zona laik huni seperti ini: Venus berada di tepi-dalam zona laik huni Tata Surya. Artinya, Venus terlampau panas supaya air tetap cair dan dimungkinkannya ada kehidupan – kehidupan sepanjang yang kita kenal di Bumi tentunya. Sebaliknya, Mars berada di tepi-luar zona laik huni. Artinya, Mars terlampau dingin. Bumi sangat pas di zona laik huni, tidak terlampau panas tidak juga terlampau dingin.

Tim Lick-Carnegie ini berhasil menemukan si planet setelah memeriksa 122 hasil pengukuran kecepatan radial selama 11 tahun dari perangkat HIRES yang dipasang pada teleskop Keck I di W.M. Keck Observatory di Hawaii. Data ini dikombinasikan dengan 119 pengukuran kecepatan radial dari perangkat HARPS selama 4 tahun yang dipasang pada teleskop milik European Southern Observatory di La Silla, Chile.

zona layak huni
Zona laik huni untuk berbagai macam bintang, sebagai contoh digambarkan zona laik huni untuk Tata Surya. Kredit: Astrobiology Magazine

Penemuan ini tentunya semakin membesarkan hati, khususnya kalangan ahli astrobiologi dan para pemburu planet. Pencarian planet-planet di luar tata surya mengarah pada penemuan “bumi” lain, yang temperaturnya cukupan dan komposisi atmosfernya pas. Ini adalah bagian dari perjalanan panjang menjawab pertanyaan apakah Bumi rumah kita ini satu-satunya planet di angkasa raya yang berpenghuni.

Sanggahan atas Keberadaan si “g”

Pada pertemuan yang sama di Torino Francesco Pepe, astronom dari tim Geneva Observatory, mengemukakan bahwa tim mereka tidak bisa mengkonfirmasi keberadaan Gliese 581 f dan Gliese 581 g. Tim mereka juga menggunakan data dari HARPS.

Tahun lalu, tim dari Geneva Observatory pimpinan Michel Mayor mengumumkan penemuan planet Gliese 581 e. Dengan massa sekitar 1,9 kali massa Bumi, planet e menjadi exoplanet dengan massa terkecil yang ditemukan hingga saat itu. Sekali mengelilingi bintang Gliese 581 planet e ini membutuhkan waktu 3,15 hari. Setelah penemuan itu, menurut Pepe, timnya mengumpulkan 60 poin data lagi dengan menggunakan HARPS dari total 180 poin data dari pengamatan selama 6,5 tahun. Dari data ini mereka dengan mudah mengkonfirmasi keberadaan empat planet yang sudah diumumkan sebelumnya, yakni planet b, c, d, dan e, tapi tidak menemukan keberadaan planet g yang dimaksud tim Lick-Carnegie.

Baca juga:  J0034 diantara Bintang dan Planet

Meski tak diragukan lagi keakuratan perangkat yang digunakan serta banyaknya poin data, Pepe mengatakan amplitudo sinyal dari “sesuatu” yang potensial merupakan planet g ini sangat lemah dan pada dasarnya sinyal sulit dibedakan dari derau. Kemungkinan sinyal itu hasil dari derau tidak bisa diabaikan, hanya beberapa persen. Dengan dasar itu tim Pepe tidak bisa mengkonfirmasi keberadaan Gliese 581 g. Tim ini juga mempertanyakan Gliese 581 f. Kendati belum melakukan anasilis mendetail, secara statistik tidak ada sinyal yang signifikan untuk bisa disimpulkan adanya planet “f” dari set data HARPS yang diolah tim Geneva Observatory.

Nah, sistem ini semakin menarik dan menggugah rasa ingin tahu. Inilah uniknya sains. Satu pihak mengklaim sesuatu kemudian pihak lain ada yang meneguhkan klaim tersebut dengan penelitian terpisah. Namun ada juga hasil penelitian terpisah lainnya menyatakan sebaliknya. Terus-menerus demikian hingga mengerucut pada satu kesimpulan. Itu pun tidak akan bertahan selamanya. Akan ada saatnya penemuan-penemuan baru muncul dan melahirkan ide baru. Ingat, puluhan tahun Pluto menyandang gelar planet, namun seiring dengan kemajuan teknologi pendeteksian benda angkasa luar, akhirnya Pluto mendapat gelar baru: plutoid. Mari kita tunggu status keberadaan Gliese 581 g. Mungkin memang ada, mungkin memang pada orbit yang dilaporkan, hanya saja astronom perlu bekerja lebih lanjut. Atau hasilnya bisa lain sama sekali. Pun tim Lick-Carnegie dalam penutup laporannya mengundang tim lain untuk mengkonfirmasi dengan pengukuran kecepatan radial yang presisi mengenai keberadaan planet yang diumumkannya.

Sumber: Astrobiology Magazine

Avatar photo

Ratna Satyaningsih

menyelesaikan pendidikan sarjana dan magister astronomi di Departemen Astronomi Institut Teknologi Bandung. Ia bergabung dengan sub Kelompok Keahlian Tata Surya dan menekuni bidang extrasolar planet khususnya mengenai habitable zone (zona layak-huni). Ia juga menaruh minat pada observasi transiting extrasolar planet.

13 komentar

Tulis komentar dan diskusi di sini

  • Yaaah… padahal kemarin-kemarin berharap banyak… kayaknya ini masih kurang dari lima sigma ya… ini tandanya kita harus bikin instrumen yang lebih teliti lagi

  • Yang nunggu-nunggu ditemukan Earth-like planet di zona layak huni udah deg2 plas & cuping hidungnya melebar kali, Tri…

    tapi, sisi baiknya, ini membuka lebar-lebar kesempatan riset “mencari planet g”, termasuk bagaimana caranya bikin alat yang lebih super sensitif lagi. sekarang-sekarang pakai adaptive optic kan ya

    • Akhir-akhir ini di group kami lagi banyak diskusi soal metode statistik dan cara-cara menghitung signifikansi deteksi (detection significance). Ini diskusi yang sering sengit dalam Fisika Energi Tinggi, karena berbagai metode statistik bisa menghasilkan rasio S/N (signal-to-noise ratio) yang berbeda-beda, belum lagi prosedur mengolah data yang sering bias.

      Ini memang risiko bila kita mau menguji hipotesis berdasarkan data yang lebih banyak derau-nya ketimbang sinyal (atau jumlah derau dan sinyal jumlahnya sama), risiko untuk bias terhadap hasil positif sangat tinggi.

  • Wah! Menarik!

    Eh, tapi mau tanya… kenapa penelitian lain yang terpisah bisa menyatakan hasil jauh berbeda dari penelitian lainnya ? Bukannya sains itu sering juga disebut ‘ilmu pasti’ ya ? Koq hasil penelitiannya bisa relatif gitu ?

    • hasil penelitian berbeda memang bisa terjadi karena ini merupakan pengamatan pada benda yg sangat jauh dan kecil sehingga dibutuhkan sensitifitas alat yg sangat tinggi. Yg diamati ini adalah planet yg sangat kecil yg bahkan ga bisa dilihat.

      Penemuan planet ini tidak melalui pengamatan langsung melainkan didasarkan pada gangguan yg dia berikan pd bintang. jd pengamat menentukan keberadaannya dari perubahan yg terjadi pada bintang. dan perubahan itu sangat kecil. Jadi tidak heran jika ada kemungkinan sanggahan dan lain2. Dan dengan planet yg demikian kecil…kemungkinan salah menganalisis karena tidak bisa membedakan sinyal si planet yg sangat lemah dan derau spt kasus gliese 581g pun sangat mungkin terjadi.

      Sains memang disebut ilmu pasti (di Indonesia??) tp ketika kita diperhadapkan pada sebuah penelitian, kesimpulan yg diambil itu dilakukan setelah melakukan berbagai pengujian dan juga perdebatan. Karena penelitian itu tidak sekedar melibatkan org atau 1 tim dan 1 metode juga 1 alat.

      dan dalam ilmu pengetahuan revisi itu akan terus dilakukan sampai kapanpun ketika seseorg meneliti sesuatu. lihat saja perkembangan ilmu pngetahuan selama berabad2. Koreksi terus dibuat dengan kesimpulan yg mendekati kebenaran. 🙂

        • Kalo ngirim satelit pun nyampenya mungkin akan lama sekali ya mba ivie ?

          Eh, mba…
          memangnya massa planet bisa memberi gangguan pada bintang ya mba? Bukannya massa dari planet itu terlampau kecil dari bintangnya mba, apa mungkin bisa mengganggu?

          • gangguan itu maksutnya ketika si planet melintas di depan bintang aka transit maka dia akan membuat kecerlangan si bintang meredup sedikit. nah peristiwa meredupnya bintang yang berkala menandakan ada sesuatu yg mengorbit si bintang itulah planet kecil tersebut.

            meski kecil ketika si planet ini melintas dia memberi perubahan yg super kecil pd bintang. inilah yg diteliti. dan inilah yg membutuhkan alat yg sangat sensitif untuk bisa mendeteksi.

    • Maksudnya “ilmu pasti” adalah adanya metode2 untuk memberikan hasil yang kuantitatif (i.e. ada angkanya). Tentu saja metode2 ini juga tidak bebas dari ketidakpastian dan bisa dikritisi apakah metode yang digunakan pantas atau cocok dengan situasi yang ada.

  • Baru-baru ini di Guardian ada sebuah kolom yang membahas soal kontras antara makalah ilmiah dengan laporan media. Rupanya di makalah ilmiah yang ditulis mengenai penemuan Gliese 581g, sudah ditulis bahwa penemuan ini masih perlu ditelisik lebih lanjut karena sinyalnya terlalu lemah. Siaran pers dari Keck juga demikian meskipun mereka juga tidak terlalu mengingatkan bahwa hasil ini belum final. Media pers nampaknya juga tidak terlalu memperhatikan fine print yang ada dan kurang kritis.