fbpx
langitselatan
Beranda » Paradoks Besi di Merkurius

Paradoks Besi di Merkurius

Aktivitas vulkanik ternyata memainkan peran yang penting dalam pembentukan permukaan Merkurius. Kesimpulan ini datang dari data citra multispektrum yang diambil MESSENGER bulan Januri 2008. Data yang dihasilkan oleh MESSENGER tersebut berupa identifikasi dan pemetaan permukaan batuan yang terkait dengan aliran lava gunung api, serta berbagai kondisi geologi lainnya. Pada saat yang sama, instrumen MESSENGER juga melaporkan kekurangan besi pada permukaan batuan planet pertama Tata Surya tersebut.

Kolam Caloris yang terjadi akibat tabrakan menunjukan adanya kekurangan besi pada area materi yang memiliki kemampuan memantulkan cahaya rendah. Kredit : NASA

MESSENGER (MErcury Surface, Space ENvironment, GEochemistry, and Ranging) merupakan pesawat ruang angkasa pertama yang mengunjungi Merkurius sejak flyby Mariner 10 pada tahun 1974 dan 1975. MESSENGER masih akan melakukan 2 kali flyby pada tanggal 6 Oktober 2008 dan 29 September 2009 sebelum memasuki orbit Merkurius pada 18 Maret 2011.

Mark S. Robinson dari Universitas Arizona meneliti variasi komposisi data permukaan batuan di Merkurius yang diambil dalam berbagai spektrum. Citra yang diambil MESSENGER tersebut memang belum sempurna, karena baru sebagian yang berhasil diambil dan dipetakan geologinya. Sebagian lagi baru akan diambil saat flyby 6 Oktober mendatang.

Data yang diambil MESSENGER menunjukan peranan yang dimainkan aktivitas vulkanik di Merkurius. Kawah hasil tabrakan termasuk hal umum yang ditemui di Merkurius. Selain itu, penampakan awal juga memperlihatkan kemiripan dengan bulan. Namun, sebagian besar permukaan planet ini mengalami pembentukan ulang oleh aktvitas vulkanik. Contohnya, tabrakan di kawah Caloris secara keseluruhan berisi materi terang dan halus yang tampaknya berasal dari gunung api. Dari bentuknya, tampak simpanan tersebut mirip dengan batuan di dataran bulan. Bedanya, kandungan besi yang ada di materi halus di Merkurius memiliki kandungan besi yang rendah. Dengan demikian, tipe batuan di Merkurius ini jadi relatif tidak biasa seperti yang sering ditemui.

Dataran Caloris memiliki luas 1 juta km persegi, sehingga diperkirakan dataran ini menyimpan keberadaan sumber magma dalam jumlah yang besar pada selubung teratasnya. Data juga menunjukkan bahwa selain aliran lava, Caloris memiliki “red spots” (titik merah), yang juga tampak memiliki aktivitas vulkanik yang bisa jadi disebabkan oleh adanya ledakan atau erupsi pyroclastic.

Pemetaan juga dilakukan pada area baru dengan menggunakan pencitraan pada resolusi menengah yakni 5 km per pixel. Hasilnya, pada area Mariner tampak tiga unit besar yang dibedakan oleh warnanya. Ketiga unit ini merupakan paparan datar mulus dengan kemampuan pantulan yang tinggi, tanah berkawah, dan materi dengan kemampuan memantulkan yang rendah.

Materi dengan kemampuan pantulan yang rendah pada umumnya sukar untuk dipahami. Namun ,ckondisi tersebut penting karena area itu merupakan batuan yang tersebar luas jauh di dalam kerak maupun di permukaan, dengan kandungan besi yang sangat sedikit pada mineral silikatnya. Hal ini tidak biasa, karena pada umumnya, jika ditemukan batuan vulkanik dengan kemampuan pantulan rendah, maka batuan tersebut akan memiliki kandungan besi yang tinggi dalam mineral silikatnya. Tapi, pada Merkurius, yang terjadi justru sebaliknya. Kemungkinannya, besi sebenarnya ada di sana, namun tidak tampak oleh spektometer MESSENGER karena tersembunyi di balik struktur kimia mineral seperti ilmenite (okside besi titanium).

Baca juga:  Infografik: Ada Apa di Bulan September 2016?

Jika paradoks besi ini bisa dipecahkan, maka para peneliti akan sangat terbantu dalam menelaah sejarah Merkurius untuk memahami evolusi planet tersebut. Salah satu cara mempelajari sejarah planet Merkurius adalah dengan memahami mineral yang ada di kerak dan selubungnya.

Sumber : Universitas Arizona

Avivah Yamani

Avivah Yamani

Tukang cerita astronomi keliling a.k.a komunikator astronomi yang dulu pernah sibuk menguji kestabilan planet-planet di bintang lain. Sehari-hari menuangkan kisah alam semesta lewat tulisan dan audio sambil bermain game dan sesekali menulis makalah ilmiah terkait astronomi & komunikasi sains.

Avivah juga bekerja sebagai Project Director 365 Days Of Astronomy di Planetary Science Institute dan dipercaya IAU sebagai IAU OAO National Outreach Coordinator untuk Indonesia.

Tulis Komentar

Tulis komentar dan diskusi di sini